BelitongToday, Tanjungpandan – Perkembangan konflik PT. Foresta Lestari Dwikarya bersama masyarakat dari tujuh desa (berita sebelumnya enam desa) memasuki babak baru.
Hari ini tim ukur ulang atau verifikasi izin Hak Guna Usaha (HGU) PT. Foresta Lestari Dwikarya mulai bekerja. Tim secara resmi turun ke lapangan untuk mengukur ulang dan memverifikasi izin HGU Foresta Lestari Dwikarya.
Informasi yang berhasil BelitongToday himpun, tim verifikasi ulang ini adalah tim yang dibentuk untuk mengusut keganjilan izin HGU PT. Foresta Lestari Dwikarya.
Pembentukan tim ini juga merupakan tindak lanjut jajaran Forkopimda Kabupaten Belitung. Dalam menyikapi tuntutan warga dari tujuh desa di Kecamatan Membalong dalam rangkaian sejumlah aksi demontrasi sebelumnya.
Koordinator Lapangan (Korlap) aksi, Martoni ketika dihubungi oleh BelitongToday, Minggu (30/7) siang membenarkan bahwa tim ukur ulang tersebut mulai turun lapangan pada hari ini.
“Iya pak, masih berlangsung belum selesai,” sebut Martoni melalui pesan WhatsApp, Minggu (30/7) siang.
Berdasarkan sejumlah foto yang redaksi BelitongToday terima, tampak Bupati Belitung Sahani Saleh bersama Kapolres Belitung AKBP Didik Subiyakto. Juga, Kepala Dinas Ketahanan Pangan dan Pertanian Belitung Destika Efenly dan Kasat Pol PP Belitung Hendri Suzanto. Beserta tim dari Badan Pertanahan Nasional (Belitung) turun langsung ke lokasi perkebunan.
“Tadi kami sudah lakukan uji petik atau cek lokasi dari beberapa titik,” ucap Martoni.
Pengukuran Ulang Awal di Sejumlah Titik
Ia menyebutkan, sejumlah titik yang termasuk dalam pengukuran ulang, salah satunya adalah titik lokasi kebun Foresta di Desa Cerucuk.
“Karena di Desa Cerucuk kita anggap di jalan masuk itu, kita curigai ada di luar HGU,” paparnya.
Setelah itu, Martoni melanjutkan, tim langsung bergerak menuju Desa Perpat. Di Desa Perpat tim mengambil titik perkebunan kelapa sawit Foresta yang berada di atas sertifikat masyarakat dengan jumlah kurang lebih sebanyak 17 sertifikat.
“Kemudian dari Desa Perpat kami juga mencurigai bahwa di situ ada perkebunan sawit Foresta berada di kawasan hutan lindung,” jelasnya.
Martoni menambahkan, selanjutnya tim bergerak menuju titik di Desa Membalong tepatnya di Parang Bulo. Di lokasi tersebut ada dugaan HGU perusahaan yang bergerak namun tidak dikelola.
Kemudian di lokasi tersebut juga ada perkebunan masyarakat sehingga masyarakat tidak bisa membuat surat karena di situ ada HGU perusahaan.
“Padahal di situ terdapat perkebunan masyarakat, kemudian sesudah itu kami menemukan ada patok BPN. Pertanyaan kami kepada BPN adalah patok tersebut batas apa, atau seperti apa? Sebab, patok itu berada di tengah perkebunan. Dan, setelah kami lihat di peta yang dari BPN kemarin kayaknya di situ kemungkinan besar perbatasan HGU 01. HGU lama dengan HGU 07 yang selisih HGU-nya sembilan tahun. Sementara untuk penanaman sawit di tahun yang sama 1997 atau 1994, seperti itu,” bebernya.
Ia menjelaskan, tim kemudian bergerak ke Desa Kembiri, Dusun Air Gede, untuk mengambil titik koordinat. Di mana dugaannya, titik tersebut merupakan perkebunan kelapa sawit milik Foresta di luar HGU seluas 100 hektare lebih.
“Jadi hari ini cuma beberapa titik karena waktu sudah terbatas juga dan alat yang dipergunakan BPN sudah habis baterai. Sehingga, kami melanjutkan pengukuran besok lagi, di mana titik yang kami ambil adalah titik-titik yang kami anggap bermasalah, itu untuk informasi hari ini,” tutupnya. (Tim)