BelitongToday, Tanjungpandan – Lembaga Konsultan Hukum dan Kebijakan Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil (LKHKP-WP3K) Bangka Belitung atau Bakau Institute melaksanakan diskusi rutin dalam webinar series III.
Webinar kali ini bertema “Model Alternatif Pengembangan Kepariwisataan Non-Bahari di Bangka Belitung, pada Rabu (15/2) malam hari.
Diskusi ini lebih menekankan pada kondisi pariwisata di Belitung dan untuk menjawab keresahan Bakau Institute dalam mengetahui permasalahan. Diskusi juga ingin mencari solusi mengenai pariwisata, khususnya di Kabupaten Belitung.
Panitia berharap diskusi ini dapat menjadi pemicu semua kalangan untuk peka terhadap permasalah parwisata di daerahnya.
Webinar dibuka dengan opening speech dari Executive Director Bakau Institute, Agustari. Ia mewakili rekan-rekan di Bakau Institute menegaskan bahwa Bakau Institute akan menjadi rumah bagi akademisi Belitung untuk mengabdi dan berkarya.
Salah satu agendanya ialah dengan mengadakan webinar setiap bulan dengan tema yang berbeda.
“Bakau Institute berkomitmen untuk terus berpartisipasi dan berkontribusi aktif dalam sektor penelitian pembangunan di Babel secara umum dan Belitong secara khusus,” kata Agus.
Sementara itu, salah satu narasumber, Arif, menjelaskan, mengenai permasalahan-permasalahan klasik yang ada dalam pariwisata di Belitung.
“Seperti masalah potensi yang tidak dimanfaatkan secara optimal, teknik pengembangan, hingga berbagai dampak positif dengan adanya alternatif objek wisata non-bahari,” bebernya.
Narasumber lainya, Debby, lebih menekankan pada penjelasan pengelolaan desa wisata secara profesional sebagai alternative objek selain bahari. Desa wisata menjadi salah satu alternatif dalam konsep pengembangan pariwisata yang berkelanjutan yang bisa masyarakat manfaatkan.
Sementara itu, Isyak Meirobie yang juga menjadi narasumber, menjelaskan sangat rinci terkait permasalahan pariwisata yang beliau rasakan selama menjadi Wakil Bupati Belitung.
Menurutnya, permasalahan-permasalahan itu berupa masalah lahan, mental sumber daya manusianya, investor, hingga kinerja pemerintah dalam upaya memajukan pariwisata di Belitung.
Bahkan, Isyak juga menjelaskan beberapa objek wisata non-bahari yang sudah mulai kembali bangkit pasca pandemi.
“Namun perlu saya ingatkan kembali, bahwasanya pariwisata hanyalah salah satu pilihan mata pencaharian bagi masyarakat Belitung,” kata Isyak.
Oleh karena itu, pariwisata agar dapat berjalan beriringan dengan sektor lain. Hal inilah yang membuat perkembangan pariwisata di Belitung belum secepat daerah lain.
“Walaupun Belitung mempunyai potensi dan sudah banyak menyandang “gelar” dalam dunia pariwisata. Antara lain seperti Kawasan Strategis Pariwisata Nasional, Kawasan Ekonomi Khusus, dan Geopark Dunia,” terangnya.
Isyak juga menegaskan terkait pentingnya regenarasi dan pemahaman kaum milineal Belitong tentang pariwisata. Karena, ke depan, anak-anak muda Belitonglah yang nanti akan menggantikan orang tua yang saat ini memegang jabatan di pariwisata Belitong.
“Untuk regenerasi, anak-anak muda harus mengawal pariwisata dengan turut memahami dan juga berkontribusi aktif dalam kemajuan pariwisata di Belitung,” tandasnya. (Adoy)