BelitongToday, Tanjungpandan – Keberadaan anjing liar baik di pusat maupun di sudut-sudut kota Tanjungpandan dinilai mengganggu keindahan wajah kota.
Hal ini Bupati Belitung, Sahani Saleh, ungkapkan usai menghadiri rapat paripurna DPRD Kabupaten Belitung, Senin (23/10) lalu.
Menurut orang nomor satu di Belitung ini, selain mengganggu keindahan wajah kota, keberadaan anjing liar tersebut juga dapat membahayakan keselamatan pengendara yang melintas.
Oleh karena itu, pihaknya berencana untuk mengendalikan populasi anjing liar tersebut, sehingga tidak berkeliaran di pusat kota dan bisa membahayakan keselamatan pengendara.
Ternyata permasalahan anjing liar di Kabupaten Belitung bukan baru kali ini saja. Hal yang sama juga pernah terjadi pada zaman Bupati Belitung Belitung periode 1967-1972 yakni H.AS Hanandjoeddin.
Dikutip dari buku, Haril M Andersen dan Bambang Sutrisno, Kiprah dan Kenangan Sosok Bupati H.AS Hanandjoeddin “Memenuhi Panggilan Rakyat” tahun 2021. Pada halaman 77 tertulis bahwa masyarakat Tanjungpandan pada waktu itu mengeluhkan keberadaan anjing liar.
Anjing-anjing liar tersebut sering berkeliaran di jalan. Sehingga keberadaan anjing liar tersebut sangat meresahkan warga pejalan kaki maupun pengendara sepeda saat itu. Kemudian banyak warga yang khawatir terkena penyakit rabies dari gigitan maupun serangan anjing liar.
Membuat Perda Pajak Anjing
Menyikapi masalah ini Bupati Belitung H.AS mengambil langkah tegas. Bupati H.AS Hanandjoeddin kala itu bersama DPRD GR membuat aturan pemeliharaan anjing warga. Pada 13 Januari 1969 Pemda Belitung mengumumkan Perda Nomor 3 Tahun 1969 tentang Pajak Anjing.
Dalam Perda Nomor 3 Tahun 1969 tentang Pajak Anjing tersebut ada ketentuan mengenai pemeliharaan anjing. Warga wajib mendaftarkan anjing peliharaannya. Besaran pajaknya kala itu adalah Rp100,- per satu ekor anjing.
Setiap anjing yang telah didaftarkan tersebut mendapat semacam ‘peneng’ anjing. Apabila anjing yang berkeliaran di jalan tanpa mengenakan “peneng” maka pemiliknya bisa terkena denda sampai 300 persen.
Hal ini lantaran anjing yang berkeliaran di jalan atau fasilitas umum tanpa “peneng” dianggap sebagai anjing liar dan petugas akan memusnahkannya.
Dengan adanya aturan ini, masyarakat yang memiliki anjing peliharaan saat itu sangat berhati-hati. Mereka tidak mau anjingnya ditangkap atau pemerintah musnahkan karena telah berkeliaran di jalan, lingkungan kantor pemerintahan, pasar, ataupun sekolah.
Dengan adanya Perda Nomor 3 Tahun 1969 tentang Pajak Anjing sangat efektif dalam mengendalikan populasi anjing liar. Selain itu perda ini juga mampu menggenjot pendapatan retribusi dan pajak daerah. Perda ini pun masih berlaku di Kabupaten Belitung sampai era tahun 1990-an. Mungkinkah Pemkab Belitung akan kembali menerbitkan aturan tentang pajak anjing untuk mengendalikan populasi anjing liar sekarang ini ? (Tim)