BelitongToday, Tanjungpandan – Kebijakan Pemerintah pusat menaikkan harga bahan bakar minyak mendapat tanggapan dari berbagai pihak, salah satunya adalah dari Direktur Politeknik Belitung, Hartian Ramadhan ST, MM.
Ia menilai sudah saatnya harga BBM dinaikkan karena besarannya terlalu memberatkan APBN.
Sudah menjadi pengetahuan bersama di tunjang, data, survey dan penelitian, bahwa bbm jenis pertalite dan solar membebani anggaran pemerintah, dimana belanja subsidi pemerintah pusat pada tahun ini mencapai Rp 578,1 triliun, jauh lebih tinggi dari yang sebelumnya ditetapkan.
Pembengkakan subsidi BBM tak lepas dari keputusan pemerintah untuk tetap menahan harga bensin subsidi di tengah kenaikan harga minyak dunia. Namun, kas keuangan negara tidak bisa terus-terusan menanggung beban tersebut.
“Kondisinya saat ini sudah mendesak, dari 23 juta kiloliter yang disepakati hingga akhir tahun 2022, tinggal tersisa 6 juta kiloliter. Kemudian subsidi yg dikeluarkan tidak tepat sasaran. Dari total alokasi kompensasi pertalite 93,5 triliun, 86% dinikmati rumah tangga dan 14%nya oleh dunia usaha,” ujar Hartian kepada BelitongTOday beberapa waktu lalu.
Ia menambahkan, dari 86% untuk rumah tangga, 80%nya dinikmati rumah tangga mampu. Diperlukan political will pemerintah untuk menetapkan siapa yang berhak menerima atas BBM bersubsidi.
“Seperti pembatasan kendaraan roda 2 atau 4, besaran cc nya atau bahkan pengawasan di SPBU untuk menyalurkan dan jika melanggar dapat dikenakan sanksi atau cabut izin nya,” lanjutnya
Kondisi ini terjadi di Belitung, dimana di daerah ini saat ini terlihat sangat jelas, antrian terjadi di SPBU-SPBU dimana kendaraan pengerit menyatu dengan kendaraan pribadi yang memang perlu bbm untuk berputarnya roda ekonomi.
“Antrian menyatu, sangat rancu, tidak ada pembagian,” tegasnya.
Menurutnya, pemerintah pusat lebih bijaksana jika subsidi yang besar tersebut dialihkan untuk program lain yang lebih bermanfaat.
“Akan lebih baik jika subsudi bbm diperuntukan untuk program ekonomi kerakyatan, ketahanan pangan, atau proyek bendungan atau jalan tol,” tutup alumni HMI tersebut. (red)